Bangkitkan Kembali Gerakan Membaca Secara Konservatif
Bangkitkan Literasi Dari Sudut Kecil Pulau Sapudi
Oleh : Feri Jatmiko
Membaca ibarat menyalakan cahaya di tengah gelap. Setiap manusia seharusnya memiliki kesadaran untuk itu, sebab dengan membaca, pintu pengetahuan terbuka lebar. Melalui kegiatan membaca, manusia akan memperoleh wawasan yang lebih luas dari sebelumnya. Masyarakat, terlebih pemerintah, perlu menumbuhkan dan membangkitkan kembali semangat belajar. Pihak terkait juga harus menyediakan sarana pendukung seperti perpustakaan atau taman baca mulai dari Desa dan Kecamatan, serta wadah-wadah literasi lain yang mudah dijangkau. Gerakan literasi dari tingkat paling bawah (PAUD/TK) hingga menengah dan atas (SMP/MTs/SMA/MA/PT) harus digiatkan secara berkelanjutan.
Sebenarnya tidak ada manusia yang tiba-tiba menjadi cerdas dan pintar begitu saja, sekalipun ia keturunan Kiai, Habaib, Bangsawan, atau tokoh terhormat lainnya. Kecerdasan tidak diwariskan secara ajaib, tetapi ditempa melalui proses panjang, salah satunya dengan belajar atau membaca. Membaca adalah gerbang awal menuju pencerahan, baik secara intelektual maupun spiritual.
Selain membaca, wadah lain yang perlu digalakkan hari ini adalah forum diskusi. Diskusi menjadi sarana penting untuk menyampaikan dan menajamkan gagasan dari hasil bacaan yang telah kita telaah sebelumnya. Masyarakat tidak cukup hanya membentuk “kompolan” atau perkumpulan yang isinya sekadar kegiatan spiritual dan arisan. Harus ada ruang untuk berdialog dan bertukar pikiran agar pengetahuan terus berkembang. Bahkan pengajian yang selama ini bersifat satu arah (Konvensional) muballigh berbicara, jamaah mendengarkan, sudah saatnya di Upgrade atau dirubah. Tambahkan sesi tanya jawab dan diskusi agar kegiatan tersebut menjadi lebih hidup dan bernilai ilmiah. Sebab diskusi yang bermutu selalu berakar dari banyaknya membaca. Masyarakat harus mulai ditingkatkan kesadaran dan level pengetahuannya.
Ada ungkapan menarik yang patut kita renungkan: “Banyak baca banyak tahu, sedikit baca sedikit tahu, tidak baca tidak tahu.” Maka dari itu, membaca tidak boleh hanya dianggap sebagai kegiatan seremonial atau ajang eksistensi belaka. Membaca adalah kebutuhan dan kewajiban bagi siapa pun yang ingin berkembang.
Para tokoh masyarakat, pemuka agama, dan pemerintah harus menjadi garda terdepan dalam menggerakkan budaya membaca. Dalam setiap kegiatan besar seperti PHBN atau PHBI, seyogianya disertakan pula kegiatan bernuansa ilmiah dan intelektual, seperti lomba karya tulis ilmiah, debat, menulis artikel, puisi, atau cerpen. Dengan begitu, acara yang digelar tidak hanya sekadar formalitas dan hiburan semata, tetapi benar-benar mengarah pada tujuan mulia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kita semua harus sadar serta mulai melakukan pergerakan nyata, karena berdasarkan penelitian, minat baca masyarakat Indonesia saat ini tergolong sangat rendah. Hanya sekitar 0,001% penduduk yang membaca buku secara rutin. Banyak orang, terutama kalangan muda, lebih akrab dengan gaggetnya daripada buku. Mahasiswa dan pelajar, baik di rumah maupun di luar, lebih sibuk menatap layar HP ketimbang membawa dan membuka halaman buku bacaan. Bahkan para santriwan dan santriwati ketika pulang ke kampung halamannya, seringkali lebih sibuk dengan ponsel daripada mengaji kitab yang dipelajari di Pondoknya.
Kondisi ini tentu memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Sudah saatnya kita membangun kembali kesadaran bahwa menutup buku sama saja dengan menutup pintu dan jendela pengetahuan kita sendiri.
Gayam, Oktober 2025

Komentar
Posting Komentar