Langsung ke konten utama

FILSAFAT SASTRA DALAM KONTEKS DUNIA PENDIDIKAN DAN BUDAYA

 


FILSAFAT SASTRA 

Oleh : F. Jatmiko 


Filsafat dan sastra merupakan dua disiplin yang sejak awal memiliki tujuan serupa, yakni mencari kebijaksanaan melalui kata-kata. Filsafat, secara etimologis, berarti cinta kebijaksanaan. Akal yang telah Tuhan anugerahkan dapat digunakan oleh manusia untuk berpikir kritis, misalnya dengan mempertanyakan hakikat segala sesuatu, serta menemukan dasar makna hidup. Sementara itu, sastra salah satunya menurut Prof. Suwardi Endraswara berasal dari bahasa Sanskerta yaitu sas yang berarti alat, dan tra yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, sastra dapat dimaknai sebagai “alat untuk menyampaikan kebijaksanaan.” Keduanya sama-sama mengandaikan sebuah proses berpikir yang dalam, reflektif, dan berorientasi pada kebaikan. Bedanya sastra lebih menekankan pada kata-kata yang estetis dan terkadang kebenarannya tertutupi oleh keindahan kata-kata.


Bicara Filsafat Satra tidak lepas dari konteks persoalan pendidikan. Dalam konteks pendidikan, filsafat dan sastra seharusnya tidak bisa dipisahkan. Keduanya adalah pasangan harmonis dan romantis. Dalam satu sisi Filsafat memberi ruang bagi siswa untuk berpikir kritis dan meragukan hal-hal yang dianggap pasti, sementara sisi yanh lain sastra memberi wadah estetis untuk menyalurkan pemikiran tersebut dalam bentuk kata atau kalimat yang indah dan menyentuh. Sayangnya, dalam sistem pendidikan kita, filsafat baru diperkenalkan ketika mahasiswa sudah duduk di bangku kuliah. Harusnya filsafat juga seharusnya dimasukkan ke pendidikan entah itu tingkat dasar menengah dan atas. Bukan dalam bentuk teori yang rumit, melainkan dalam bentuk pembiasaan sederhana misalnya bertanya, berdialog, dan menulis refleksi sederhana. Dengan demikian, sejak dini siswa dapat tumbuh sebagai pribadi yang kritis, berani, sekaligus mampu mengungkapkan gagasan secara runtut dan logis.


Selanjutnya sastra kemudian lahir dan hadir sebagai pelengkap yang memberi warna keindahan. Melalui puisi, cerpen, atau sejenisnya, siswa tidak hanya belajar menyusun kata-kata, tetapi juga mengolah perasaan dan menata kebenaran logika. Di sinilah pendidik (guru) memiliki peranan yang begitu penting didalam membimbing anak didiknya agar bisa melangkah dari tahap sederhana mulai dari menuliskan poin-poin dari apa yang dipelajari hingga akhirnya mampu merangkai paragraf dan menghasilkan tulisan yang bernilai. 


Lebih jauh lagi,  dalam konteks budaya, filsafat dan sastra sama-sama menuntut manusia untuk tidak sekadar patuh secara buta. Meskipun saat ini semua pihak menganggap kepatuhan adalah prestasi yang memiliki nilai yang tinggi, dan terkadang marah bila ada orang lain atu siswa yang banyak bertanya apalagi melakukan kritik. Tentunya seorang siswa yang patuh tapi pasif tentu akan berbeda dengan siswa yang aktif namun berani mengajukan pertanyaan. Sebenarnya keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan dan semuanya menurutku adalah warna kehidupan yang indah, tetapi idealnya seorang pelajar harusnya bisa dapat tumbuh aktif sekaligus tetap hormat. Meskipun Soe Hok Gie sendiri mengatakan bahwa “Guru bukanlah dewa dan murid bukanlah kerbau.” Artinya guru tidaklah mesti harus benar dan murid selalu pada posisi salah. Namun  relasi atau hubungan dunia pendidikan dan budaya yang sehat harus terus dibangun di atas dialog, kritik, dan penghargaan timbal balik, bukan hanya pada kepatuhan yang terkadang sering membelenggu namun kita tidak menyadarinya.


Oleh karena itu, orang yang kritis atau siswa yang kritis tidak dapat serta-merta dicap sebagai pemberontak, nakal dan lain-lain. Kritis justru sebenarnya merupakan usaha untuk meninjau ulang, memperbarui, dan menemukan esensi dari aturan atau adat yang ada atay yang berlaku. Dalam arti inilah filsafat dan sastra sebenarnya bertemu karena keduanya mendorong manusia untuk mempertanyakan, menimbang konsekuensi, sekaligus menuangkan hasil perenungan dalam bahasa yang menginspirasi plus disajikan dalam bentuk yang indah atau estetik.


Dengan demikian, filsafat dan sastra dalam pendidikan serta budaya bukanlah sekadar materi tambahan. Ia adalah ruh yang memungkinkan peserta didik menjadi manusia yang berani berpikir, peka terhadap nilai, serta bijak dalam mengambil sikap. Pendidikan tanpa filsafat akan kehilangan kedalaman, sementara pendidikan tanpa sastra akan kehilangan keindahan. Keduanya, bila berjalan beriringan, mampu melahirkan generasi yang kritis, kreatif, dan berbudaya.


Gayam 29 September 2025


Penulis Fery Yatmiko


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAJIAN RAMADHAN PART 2 : RAMADHAN SYAHRUL QURAN

Foto Bersama Peserta Putra Kajian Ramadhan Dengan Muballigh (Abu Hasna/SMAMUGA) SMAMUGA - SMA Muhammadiyah 4 Gayam mengelar Kajian Ramadhan di hari kedua pada Jumat (7/3/2025), yang menjadi muballigh kali ini adalah Ustadz Subdiyanto di Musholla Al-Ghuroba' SMA Muhammadiyah 4 Gayam, Kepulauan Sapudi, Kabupaten Sumenep. Kajian Ramadhan kali ini mengangkat tema "Ramadhan Syahrul Quran". Kegiatan dilaksanakan mulai dari pukul 07.30 - 10.00 WIB. Diawali dengan pelaksanaan Shalat Sunnah Dhuha, Mengaji Surah Al-Kahfi, dan dilanjutkan dengan Kajian Ramadhan yang diisi oleh Ustadz Subdiyanto. Beliau adalah salah satu pengajar Al-Quran di Musholla Darul Arqom, Desa Gayam, Kepulauan Sapudi, Kabupaten Sumenep. Ustadz Subdiyanto menuturkan bahwa; "Inilah waktu yang kita nanti-natikan selama setahun lamanya. Ada perasaan kangen, rindu kepada Ramadhan. Biasanya orang rindu itu tidak ingin berpisah. Ketika ia bertemu, ia akan selalu merasa enak, enjoy, senang dan bahagia. Itulah ...

KTQ SMAM 4 GAYAM GELAR WISUDA AKBAR TAHFIDZUL QUR'AN 28 WISUDAWAN/WISUDAWATI

  Pemberian Penghargaan Kepada 28 Wisudawan/Wisudawati Tahfidzul Qur'an KTQ SMAM 4 Gayam (Abu Hasna/SMAMUGA) SMAMUGA -  Komunitas Tahfidzul Qur'an SMA Muhammadiyah 4 Gayam menggelar prosesi Wisuda Akbar Tahfidzul Qur'an angkatan ke-VI kepada 28 Wisudawan/Wisudawati, yang digelar di halaman terbuka SMA Muhammadiyah 4 Gayam, Kepulauan Sapudi, Kabupaten Sumenep. Komunitas ini awal didirikannya pada tahun 2019 oleh Ustadz Syamsul Arifin, yang kala itu beliau hanya sebagai guru Madrasah Diniyah Takmiliyah Muhammadiyah 2 Gayam dan juga guru di SMA Muhammadiyah 4 Gayam. Melihat potensi anak Kepulauan Sapudi yang berbakat dalam mempelajari Al-Qur'an, maka beliau membentuk Komunitas Tahfidzul Qur'an yang centralnya di SMA Muhammadiyah 4 Gayam. Tujuan wadah Komunitas Tahfidz ini adalah "Membentuk Generasi Qur'ani di Bumi Kepulauan Sapudi" . Malam Puncak Prosesi Wisuda digelar hari Senin Malam, bertepatan pada malam 18 Ramadhan 1446 hijriah. Acara tersebut dihad...

MENJADIKAN RAMADHAN SEBAGAI MOMENTUM MENINGKATKAN RUHIYAH

Kajian Ramadhan Hari ke-1 Muballigh Ustadz Nurul Bahri (Abu Hasna/SMAMUGA) SMAMUGA - Masuk awal pembelajaran pada bulan suci Ramadhan 1446 Hijriah, SMA Muhammadiyah 4 Gayam mengadakan Kajian Ramadhan hari pertama pada Kamis (6/3/2025), yang diisi oleh Ustadz Nurul Bahri selaku Ketua Kantor Layanan Lazismu Gayam, di Musholla Al-Ghuroba' SMA Muhammadiyah 4 Gayam, Kepulauan Sapudi, Kabupaten Sumenep. Kajian Ramadhan mengangkat tema "Menjadikan Ramadhan Sebagai Momentum Meningkatkan Ruhiyah Bagi Warga SMA Muhammadiyah 4 Gayam" . Kegiatan dilaksanakan mulai dari pukul 07.30 - 10.00 WIB. Diawali dengan pelaksanaan Shalat Sunnah Dhuha, dilanjutkan dengan Halaqah Al-Quran, kemudian Kajian Ramadhan yang diisi oleh Ustadz Nurul Bahri selaku Ketua Kantor Layanan Lazismu Gayam. Ustadz Nurul Bahri memberikan penjabaran secara detail tentang bagaimana menjadikan ramadhan 1446 H, sebagai momentum mengelola ruhiyah diri kita. Menghidupkan Rohani (Iman Kita) dengan cara : 1. Ta'at k...